BAB I
PENDAHULUAN
Kata Ilmu berasal dari bahasa Arab,’a lama yang berarti pengetahuan,
merupakan lawan dari kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan.Sumber
lain mengatakan bahwa kata ‘ilm adalah bentuk masdar dari ‘alima,
ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibnu Zakaria sebagai pengarang buku mu’jam maqayis
al-lughah, bahwa kata’ilm mempunyaiarti denotative, artinya bekas sesuatu yang
dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya. Menurut Ibnu Manzur, ilmu
adalah antonimdari kata tidak tahu, sedangkan menurut Al Asfhani dan Al Anbari
ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu.
Ada duajenis pengetahuan yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti:
perasaan, pikiran, pengalaman, panca indera dan intuisi untuk mengetahui
sesuatu tanpa memperhatikan objek-objek dan cara kegunaannya. Jenis pengetahuan
ini disebut knowledge( Bahasa Inggris). Pengetahuan ilmiah merupakan
keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu. Dengan kata lain
pengetahuan ilmiah memperhatikan objek ontologis,landasan epistemologis dan
landasan aksiologis.
Didalam Al-Qur’an terdapat kata-kata tentang ilmu dalam berbagai bentuk
(‘Ilma, ‘Ilmi, ‘Ilmihi, ‘Ilmuha, ‘Ilmuhum). Delapan bentuk ilmu tersebut diatas
dalam terjemah Al-Qur’an, diartikan dengan pengetahuan, ilmu pengetahuan,
kepintaran dan keyakinan. Sedangkan kata ilmu itu sendiri berasal dari bahasa
arab ‘alima artinya mengetahui, mengerti. Maknanya seseorang dianggap mengerti
karena sudah mengetahui objek atau fakta lewat pendengaran, penglihatan dan
hatinya. Kata ilmu dalam pengertian teknis operasional adalah kesadaran tentang
realitas, pengertian ini didapat dari makna-makna ayat yang ada didalam
Al-Qur’an. Orang yang memiliki kesadaran tentang realitas lewat pendengaran,
penglihatan dan hati akan berpikir rasional dalam menanggapi kebenaran.
Pengetahuan ( ‘Ilm ) boleh merupakan suatu persepsi terhadap esensi segala
sesuatu, mahiyat atau suatu bentuk persepsi yang bersahaja yang tidak disertai
oleh atau boleh merupakan oppersepsi, yaitu hokum bahwa sesuatu hal adalah hal
itu, (Ibnu Khaldun ). Ilmu harus dinilai dengan konkrit, karena hanya dengan
kekuatan intelektual yang menguasai yang konkritlah yang akan memberi
kemungkinan kecerdasan manusia itu melampaui yang konkrit. Melihat dari makna
ini bahwa ilmu atau realitas kebenaran akan hadir secara utuh dalam persepsi
individu, walaupun dalam pemahaman bisa berbeda atas suatu realitas atau objek.
Kehadiran secara utuh dari suatu objek terhadap subjek adalah suatu realitas
yang tak bisa dielakkan. Hal inilah harus dinilai dengan konkrit, yakni ilmu
harus bisa terukur kebenaranny
Bila ilmu diistilahkan sebagai kesadaran tentang realitas, maka realitas
yang paling utama ketika manusia itu lahir adalah alam semesta ( mikrokosmos
dan makrokosmos ). Dalam hal inilah manusia mulai mendengar, melihat dan
merasakan objek yang dialami berupa suara, bentuk dan perasaan. Alam ini
merupakan suatu titik kesadaran awal untuk mengenal realitas utama diri
sendiri. Setelah manusia mengalami kedewasan dan sempurna akal, maka ia mulai
berpikir materialitas. Kehadiran alam fisika sebagai realitas menjadi jembatan
untuk melihat sesuatu yang bersifat metafisika. Yakni yang ada dibalik fisik
dan ciptaan-ciptaan itu. Keragaman alam semesta yang tak terhingga oleh manusia
merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak betgitu saja tanpa ada argumentasi
yang logis, yang berangkat dari kesadaran tentang realitas yang diperoleh dari
pendengaran, penglihatan dan hati.
Dengan demikian manusia akan menyadari dengan sendirinya tentang alam
semesta sebagai realitas fisika dan kehadiran Allah SWT sebagai realitas
metafisika. Alam fisika sebagai realitas terbuka, sedangkan alam metafisika
sebagai realitas tertutup. Alam semesta yakni mikro dan makrokosmos hadir
sebagai realitas untuk mengukuhkan eksistensi Tuhan sebagai pemilik mutlak yang
tak pernah punah, sedangkan alam semesta itu sendiri bisa punah, sedangkan alam
semesta itu sendiri bisa punah suatu yang nisbi atau tidak kekal. Dengan ilmu
kita dapat mempelajari alam dan rahasianya pada manusia dan menampakan
koherensi, konsistensi dan aturannya. Ini akan memungkinkan manusia gunakan
ilmu sebagai perantara untuk menggali kekayaan dan sumber yang tersembunyi
lewat penemuan ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 DEFINISI DAN SUMBER ILMU
Ilmu berasal dari bahasa arab yaitu a’lama artinya pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata science.
Dasar epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap
proses. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang
dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah
pikiran yang lainnya, atau dengan perkataan lain.[1] Ilmu adalah pengetahuan
yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan, karena ilmu merupakan
sebagian dari pengetahuan yang memiliki sifat tertentu. Maka dapat disebut
pengetahuan keilmuan, untuk tujuan inilah agar tidak terjadi kekacauan
pengertian ilmu dan pengetahuan.
Ditinjau dari pengetahuan ini, ilmu lebih bersifat
merupakan kegiatan dari pada sekedar produk yang siap dikonsumsikan. Kata sifat
keilmuan lebih mencerminkan hakikat ilmu dari pada istilah ilmu sebagai kata
benda, kegiatan ilmu juga dinamis, tidak statis,. Kegiatan dalam mencari pengetahuan
tentang apapun, selama hal itu terbatas pada objek empiris dan gunakan metode
keilmuan. Hakikat ilmu bersifat koherensi sistimatik, artinya ilmu harus
terbuka kepada siapa saja yang mencarinya. Ilmu berada dengan pengetahuan, ilmu
tidak pernah mengartikan kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan
tersendiri, ilmu justru menandakan adanay satu keseluruhan yang mengacu kepada
objek yang saling berkaitan secara objektif dan setiap ilmu bersumber didalam
kesatuan objeknya.[2]
Ilmu tidak
memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang.
Ilmu akan memuat hipotesis dan teori yang sepenuhnya belum dimanfaatkan. Ilmu
menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik, dan alat bantu metodologis
yang penting dalam konteks ilmu adalah terminologi ilmiah.
Menurut Sidi Ghazalba ilmu dikategorikan jadi enam
kategori yaitu:
1. Ilmu praktis adalah ilmu yang
hanya sampai pada hukum umum atau abstrak
2. Ilmu praktis normatif yaitu
memberikan ukuran dengan norma-norma
3. Ilmu praktis positif yaitu
bagaimana membuat suatu tindakan yang harus dilakukan seseorang untuk mencapai
sesuatu.
4. Ilmu spekulasi ideografis
yaitu untuk menguji kebenaran objek dalam wujud nyata.
5. Ilmu spekulasi Nometetis
yaitu untuk mendapatkan hukum umum
6. Ilmu spekulasi teoritis yaitu
untuk memahami kualitas kejadian untuk memperoleh kebenaran dari suatu keadaan.[3]
Ada beberapa sumber ilmu dalam dunia Islam melalui
karya filosof dan saintis skolastiknya telah memperkenalkan sumber pengetahuan
yang beda dengan sumber ilmu pengetahuan Yunani Barat Kontemporer. Sumber ilmu
dalam Islam antara lain adalah:
1. Empiris adalah sebuah sumber
yang menganggap pengalaman yang sifatnya faktual. Faham ini berpendapat bahwa
pengetahuan manusia didapatkan melalui pengalaman yang konkrit.
2. Rasional adalah sebuah sumber
yang menganggap bahwa ilmu lahir dari induk sebuah penalaran dan mendasarkan
diri pada cara kerja deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Ide dianggap
kelompok ini bukan diciptakan manusia karena ide sudah ada sebelum manusia
berusaha memikirkannya dan menganggap eksistensi objek tergantung pada
diketahuinya objek tersebut. Ukuran kebenaran menurut sumber ini diukur dari
apakah gagasan itu benar-benar memberikan pengetahuan kepada manusia atau
tidak.
3. Intuisi dan Wahyu, adalah
sumber yang datang dari mereka yang menjunjung tinggi peranan wujud tertentu
diluar zat atau benda fisik yang tampak dan dapat dibuktikan oleh indrawi
manusia, intuisi dinaggap jadi sumber pengetahuan karena intuisi manusia
mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tanpa melalui proses penalaran
tertentu, dari intuisi secara tiba-tiba menemukan jawaban dari masalah yang
dihadapi, dan Nietzshe menyebut intuisi sebagai sumber ilmu yang paling tinggi,
tetapi diluar itu juga ia berpendapat bahwa intuisi hanya dijadikan hipotesis
yang butuh analisis lanjutan. Berbeda dengan wahyu yang didapati manusia
melalui pemberian Tuhan secara langsung kepada hamba-Nya yang terpilih yang
disebut Nabi dan Rasul.[4] Agama jadi kata kunci dalam
wahyu, dalam proses hidup manusia dan agama menerangkan pada manusia tentang sejumlah
pengetahuan yang baik, terjangkau, atau tidak.
1.2 DEFINISI DAN
SUMBER PENGETAHUAN
Kata pengetahuan menurut bahasa Indonesia semakna dengan kata Knowledge,
dalam bahasa Inggris diartikan sebagai sejumlah informasi yang diperoleh
melalui pengamatan, pengalaman (empiri) dan penalaran (rasio) pengetahuan tentu
berbeda dengan ilmu. Ilmu lebih menitikberatkan pada aspek teoritis dengan
syarat proses teoritisasi dari sejumlah pengetahuan yang dimiliki manusia.
Berbicara tentang sumber pengetahuan, maka antara sumber ilmu dan pengetahuan
adalah sama.
Dengan menggunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang
berlaku secara umum lewat pengmatan terhadap gejala-gejala fisik yang sifatnya
individual. Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara
empiris ini adalah bahwa p[engetahuan yang dikumpulkan cenderung untuk jadi suatu
kumpulan fakta-fakta pengalaman manusia. Tokohnya Jhon Locke.
Dalam hipotesis adanya Wahyu Allah, maka dapatlah dikatakan ada empat
sumber pengetahuan manusia yaitu:
1. Empirisme
menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melaui pengalaman dengan jalan
observasi atau dengan pengindraan, artinya yang kita ketahui berasal dari
segala apa yang kita dapatkan kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten
dan mungkin saja terdapat hal-hal yang sifatnya kontradiktif. Karena satu fakta
dengan kaitannya dengan fakta yang lain belum menjamin terwujudnya suatu sistem
pengetahuan yang sistematis. Melalui alat indra. Ilmu pengetahuan modern
menaruh minat terhadap kenyataan yang bebas dan mendasarkan segala sesuatunya
kepada penyelidikan. Ilmuwan menaruh perhatian pada control observasi dan
eksperimen, tidak semata-mata pada pnca indra secara umum dari pengalaman.
Proses pembentukan kerangka pengetahuan ilmiah berjalan lambat serta melibatkan
jumlah manusia.
2. Rasionalisme
yaitu pikiran manusia dengan berpendapat bahwa sumber satu-satunya dari
pengetahuan manusia adalah rasio atau akal budaya.
3. Intuisionisme
yang secara etimologis artinya langsung melihat, dengan pendapat tentang sumber
pengetahuan adalah manusia mempunyai kemampuan khusus untuk mengetahui yang
tidak terikat kepada indra maupun penalaran.
4. Wahyu Allah,
yaitu pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat Nabi yang
diutus-Nya, yang dikodifikasikan melalui kitab-Nya seperti Al-Qur’an, Tauret,
Zabur, dan Injil.
Dari keempat kitab tersebut yang berisikan pengetahuan mengenai kehidupan
seseorang yang terjangkau oleh empiri maupun yang mencakup permasalahan yang
tendensial.
Pengetahuan berdasarkan kepercayaan atau keimanan kepada Allah sebagai
sumber pengetahuan dan kepada para nabi sebagai perantara dan penerima wahyu
Allah tersebut, sehingga melalui berbagai pengkajian dapat meningkatkan
keimanan seseorang. Ilmu pengetahuan yang dimulai dengan ketidakpercayaan, lalu
mulai mengkaji dengan riset, pengalaman dan percobaan untuk sampai kepada
kebenaran yang factual.[5]
Sumber ilmu pengetahuan yang menjadi kajian makalah ini mungkin dapat
memperlihatkan perkembangan bahwa antar ilmu pengetahuan adalah berbeda, walau
mempunyai sumber yang sama. Tetapi cara kerja atau proses untuk mendapat makna
ilmu dan pengetahuan tentu berbeda. Berbeda secara signifikan dengan sumber
ilmu pengetahuan yang dikonstruk filosof dan saintis barat kontemporer yang
mengadopsi keilmuan Yunani kuno. Dikalangan muslim berkembang sebuah pemikiran
bahwa sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu. Dan telah dimanifestasikan
dalam Al-Qur’an san Sunnah. Kalaupun ada perbedaan dikalangan masyarakat Muslim
umumnya ada merumuskan fungsi wahyu, apakah wahyu menjadi alat informasi atau
pembenar, atau sebagai alat terhadap lahirnya ilmu pengetahuan.[6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hakikat ilmu bersifat koherensi sistematik artinya ilmu terbuka kepada
siapa saja yang mencarinya. Ilmu berada dengan pengetahuan dan ilmu tidak
pernah mengartikan kepingan pengetahuan berdasarkan suatu putusan tersendiri.
Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran
masing-masing orang. Berbeda dengan pengetahuan yang didapatkan lewat penalaran
rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang yang konkrit. Disamping itu
melihat adanya karakteristik lain yakni adanya kesamaam dan pengulangan serta
menggunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara
umum lewat pengamatan terhadap gejala fisik yang bersifat individual.
SARAN
Demikianlah penjabaran dari makalah singkat ini, dan dalam hal ini penulis
menyadari masih banyak kekurangan, untuk ini pemakalah mengharapkan saran
beserta ide yang dapat membangun perbaikan dalam meningkatkan kualitas
penulisan makalah, harapkan kedepan dapat lebih baik dengan bantuan dari dosen
yang mengisi mata kulian filsafat ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Daudy Ahmad, Dr. Filsafat Islam
1992 bulan Bintang
Prof. Arifin, H.M. Filsafat
Pendidikan Islam 1993 Bumi Aksara
Sumarna Cecep, Dr. Filsafat Ilmu
2004 Pustaka Bani Quraisy
Suriasumantri s Jujun Filsafat
Ilmu 1984 Sinar Harapan
Salam Burhanuddin, Drs. Logika
Materiil, Filsafat Ilmu Pengetahuan 1997 Rineke Cipta
Sumarna Cecep, M. Ag. Filsafat
Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai 2004 Pustaka Bani Quraisy.
[1] Will Durant , The Story of
philosophy (New York: Simon & Schuster,1993) hal.1-4
[2] Harold A. Larrabee, Relliable knowledge (Boston Houghton
Miflin,1964).
[3] Albert Einstein “Physic and reality”, Journal of Franklin
Institute, 222 (1936) hlm 348-389
[4] Daudy Ahmad, Dr .Fillsafat Islam 1992 bulan bintang
[5] Dikutip dalam Stanley M.Honer Dan Thomas C. Hunt,Invitation to
Philosophy . Hal 72
[6] Sumarna Cecep, Dr. Filsafat
Ilmu 2004 Pustaka Bani Quraisy
6
Suriasumantri s Jujun Filsafat Ilmu 1984
Sinar Harapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar