Selasa, 19 November 2013

SUMBER–SUMBER ILMU dalam Filsafat Ilmu



BAB I
 PENDAHULUAN
Kata Ilmu berasal dari bahasa Arab,’a lama yang berarti pengetahuan, merupakan lawan dari kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan.Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilm adalah bentuk masdar dari ‘alima, ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibnu Zakaria sebagai pengarang buku mu’jam maqayis al-lughah, bahwa kata’ilm mempunyaiarti denotative, artinya bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya. Menurut Ibnu Manzur, ilmu adalah antonimdari kata tidak tahu, sedangkan menurut Al Asfhani dan Al Anbari ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu.
Ada duajenis pengetahuan yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti: perasaan, pikiran, pengalaman, panca indera dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek-objek dan cara kegunaannya. Jenis pengetahuan ini disebut knowledge( Bahasa Inggris). Pengetahuan ilmiah merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu. Dengan kata lain pengetahuan ilmiah memperhatikan objek ontologis,landasan epistemologis dan landasan aksiologis.
Didalam Al-Qur’an terdapat kata-kata tentang ilmu dalam berbagai bentuk (‘Ilma, ‘Ilmi, ‘Ilmihi, ‘Ilmuha, ‘Ilmuhum). Delapan bentuk ilmu tersebut diatas dalam terjemah Al-Qur’an, diartikan dengan pengetahuan, ilmu pengetahuan, kepintaran dan keyakinan. Sedangkan kata ilmu itu sendiri berasal dari bahasa arab ‘alima artinya mengetahui, mengerti. Maknanya seseorang dianggap mengerti karena sudah mengetahui objek atau fakta lewat pendengaran, penglihatan dan hatinya. Kata ilmu dalam pengertian teknis operasional adalah kesadaran tentang realitas, pengertian ini didapat dari makna-makna ayat yang ada didalam Al-Qur’an. Orang yang memiliki kesadaran tentang realitas lewat pendengaran, penglihatan dan hati akan berpikir rasional dalam menanggapi kebenaran.
Pengetahuan ( ‘Ilm ) boleh merupakan suatu persepsi terhadap esensi segala sesuatu, mahiyat atau suatu bentuk persepsi yang bersahaja yang tidak disertai oleh atau boleh merupakan oppersepsi, yaitu hokum bahwa sesuatu hal adalah hal itu, (Ibnu Khaldun ). Ilmu harus dinilai dengan konkrit, karena hanya dengan kekuatan intelektual yang menguasai yang konkritlah yang akan memberi kemungkinan kecerdasan manusia itu melampaui yang konkrit. Melihat dari makna ini bahwa ilmu atau realitas kebenaran akan hadir secara utuh dalam persepsi individu, walaupun dalam pemahaman bisa berbeda atas suatu realitas atau objek. Kehadiran secara utuh dari suatu objek terhadap subjek adalah suatu realitas yang tak bisa dielakkan. Hal inilah harus dinilai dengan konkrit, yakni ilmu harus bisa terukur kebenaranny
Bila ilmu diistilahkan sebagai kesadaran tentang realitas, maka realitas yang paling utama ketika manusia itu lahir adalah alam semesta ( mikrokosmos dan makrokosmos ). Dalam hal inilah manusia mulai mendengar, melihat dan merasakan objek yang dialami berupa suara, bentuk dan perasaan. Alam ini merupakan suatu titik kesadaran awal untuk mengenal realitas utama diri sendiri. Setelah manusia mengalami kedewasan dan sempurna akal, maka ia mulai berpikir materialitas. Kehadiran alam fisika sebagai realitas menjadi jembatan untuk melihat sesuatu yang bersifat metafisika. Yakni yang ada dibalik fisik dan ciptaan-ciptaan itu. Keragaman alam semesta yang tak terhingga oleh manusia merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak betgitu saja tanpa ada argumentasi yang logis, yang berangkat dari kesadaran tentang realitas yang diperoleh dari pendengaran, penglihatan dan hati.
Dengan demikian manusia akan menyadari dengan sendirinya tentang alam semesta sebagai realitas fisika dan kehadiran Allah SWT sebagai realitas metafisika. Alam fisika sebagai realitas terbuka, sedangkan alam metafisika sebagai realitas tertutup. Alam semesta yakni mikro dan makrokosmos hadir sebagai realitas untuk mengukuhkan eksistensi Tuhan sebagai pemilik mutlak yang tak pernah punah, sedangkan alam semesta itu sendiri bisa punah, sedangkan alam semesta itu sendiri bisa punah suatu yang nisbi atau tidak kekal. Dengan ilmu kita dapat mempelajari alam dan rahasianya pada manusia dan menampakan koherensi, konsistensi dan aturannya. Ini akan memungkinkan manusia gunakan ilmu sebagai perantara untuk menggali kekayaan dan sumber yang tersembunyi lewat penemuan ilmiah.

















BAB II
PEMBAHASAN
1.1  DEFINISI DAN SUMBER ILMU
Ilmu berasal dari bahasa arab yaitu a’lama artinya pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata science. Dasar epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah pikiran yang lainnya, atau dengan perkataan lain.[1] Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan, karena ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan yang memiliki sifat tertentu. Maka dapat disebut pengetahuan keilmuan, untuk tujuan inilah agar tidak terjadi kekacauan pengertian ilmu dan pengetahuan.
Ditinjau dari pengetahuan ini, ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan dari pada sekedar produk yang siap dikonsumsikan. Kata sifat keilmuan lebih mencerminkan hakikat ilmu dari pada istilah ilmu sebagai kata benda, kegiatan ilmu juga dinamis, tidak statis,. Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun, selama hal itu terbatas pada objek empiris dan gunakan metode keilmuan. Hakikat ilmu bersifat koherensi sistimatik, artinya ilmu harus terbuka kepada siapa saja yang mencarinya. Ilmu berada dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanay satu keseluruhan yang mengacu kepada objek yang saling berkaitan secara objektif dan setiap ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya.[2]
 Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat hipotesis dan teori yang sepenuhnya belum dimanfaatkan. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik, dan alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminologi ilmiah.

Menurut Sidi Ghazalba ilmu dikategorikan jadi enam kategori yaitu:
1. Ilmu praktis adalah ilmu yang hanya sampai pada hukum umum atau abstrak
2. Ilmu praktis normatif yaitu memberikan ukuran dengan norma-norma
3. Ilmu praktis positif yaitu bagaimana membuat suatu tindakan yang harus dilakukan seseorang untuk mencapai sesuatu.
4. Ilmu spekulasi ideografis yaitu untuk menguji kebenaran objek dalam wujud nyata.
5. Ilmu spekulasi Nometetis yaitu untuk mendapatkan hukum umum
6. Ilmu spekulasi teoritis yaitu untuk memahami kualitas kejadian untuk memperoleh kebenaran dari suatu keadaan.[3]
Ada beberapa sumber ilmu dalam dunia Islam melalui karya filosof dan saintis skolastiknya telah memperkenalkan sumber pengetahuan yang beda dengan sumber ilmu pengetahuan Yunani Barat Kontemporer. Sumber ilmu dalam Islam antara lain adalah:
1. Empiris adalah sebuah sumber yang menganggap pengalaman yang sifatnya faktual. Faham ini berpendapat bahwa pengetahuan manusia didapatkan melalui pengalaman yang konkrit.
2. Rasional adalah sebuah sumber yang menganggap bahwa ilmu lahir dari induk sebuah penalaran dan mendasarkan diri pada cara kerja deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Ide dianggap kelompok ini bukan diciptakan manusia karena ide sudah ada sebelum manusia berusaha memikirkannya dan menganggap eksistensi objek tergantung pada diketahuinya objek tersebut. Ukuran kebenaran menurut sumber ini diukur dari apakah gagasan itu benar-benar memberikan pengetahuan kepada manusia atau tidak.
3. Intuisi dan Wahyu, adalah sumber yang datang dari mereka yang menjunjung tinggi peranan wujud tertentu diluar zat atau benda fisik yang tampak dan dapat dibuktikan oleh indrawi manusia, intuisi dinaggap jadi sumber pengetahuan karena intuisi manusia mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tanpa melalui proses penalaran tertentu, dari intuisi secara tiba-tiba menemukan jawaban dari masalah yang dihadapi, dan Nietzshe menyebut intuisi sebagai sumber ilmu yang paling tinggi, tetapi diluar itu juga ia berpendapat bahwa intuisi hanya dijadikan hipotesis yang butuh analisis lanjutan. Berbeda dengan wahyu yang didapati manusia melalui pemberian Tuhan secara langsung kepada hamba-Nya yang terpilih yang disebut Nabi dan Rasul.[4] Agama jadi kata kunci dalam wahyu, dalam proses hidup manusia dan agama menerangkan pada manusia tentang sejumlah pengetahuan yang baik, terjangkau, atau tidak.

1.2  DEFINISI DAN SUMBER PENGETAHUAN
Kata pengetahuan menurut bahasa Indonesia semakna dengan kata Knowledge, dalam bahasa Inggris diartikan sebagai sejumlah informasi yang diperoleh melalui pengamatan, pengalaman (empiri) dan penalaran (rasio) pengetahuan tentu berbeda dengan ilmu. Ilmu lebih menitikberatkan pada aspek teoritis dengan syarat proses teoritisasi dari sejumlah pengetahuan yang dimiliki manusia. Berbicara tentang sumber pengetahuan, maka antara sumber ilmu dan pengetahuan adalah sama.
Dengan menggunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengmatan terhadap gejala-gejala fisik yang sifatnya individual. Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini adalah bahwa p[engetahuan yang dikumpulkan cenderung untuk jadi suatu kumpulan fakta-fakta pengalaman manusia. Tokohnya Jhon Locke.
Dalam hipotesis adanya Wahyu Allah, maka dapatlah dikatakan ada empat sumber pengetahuan manusia yaitu:
1. Empirisme menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melaui pengalaman dengan jalan observasi atau dengan pengindraan, artinya yang kita ketahui berasal dari segala apa yang kita dapatkan kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang sifatnya kontradiktif. Karena satu fakta dengan kaitannya dengan fakta yang lain belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis. Melalui alat indra. Ilmu pengetahuan modern menaruh minat terhadap kenyataan yang bebas dan mendasarkan segala sesuatunya kepada penyelidikan. Ilmuwan menaruh perhatian pada control observasi dan eksperimen, tidak semata-mata pada pnca indra secara umum dari pengalaman. Proses pembentukan kerangka pengetahuan ilmiah berjalan lambat serta melibatkan jumlah manusia.
2. Rasionalisme yaitu pikiran manusia dengan berpendapat bahwa sumber satu-satunya dari pengetahuan manusia adalah rasio atau akal budaya.
3. Intuisionisme yang secara etimologis artinya langsung melihat, dengan pendapat tentang sumber pengetahuan adalah manusia mempunyai kemampuan khusus untuk mengetahui yang tidak terikat kepada indra maupun penalaran.
4. Wahyu Allah, yaitu pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat Nabi yang diutus-Nya, yang dikodifikasikan melalui kitab-Nya seperti Al-Qur’an, Tauret, Zabur, dan Injil.
Dari keempat kitab tersebut yang berisikan pengetahuan mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh empiri maupun yang mencakup permasalahan yang tendensial.
Pengetahuan berdasarkan kepercayaan atau keimanan kepada Allah sebagai sumber pengetahuan dan kepada para nabi sebagai perantara dan penerima wahyu Allah tersebut, sehingga melalui berbagai pengkajian dapat meningkatkan keimanan seseorang. Ilmu pengetahuan yang dimulai dengan ketidakpercayaan, lalu mulai mengkaji dengan riset, pengalaman dan percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang factual.[5]
Sumber ilmu pengetahuan yang menjadi kajian makalah ini mungkin dapat memperlihatkan perkembangan bahwa antar ilmu pengetahuan adalah berbeda, walau mempunyai sumber yang sama. Tetapi cara kerja atau proses untuk mendapat makna ilmu dan pengetahuan tentu berbeda. Berbeda secara signifikan dengan sumber ilmu pengetahuan yang dikonstruk filosof dan saintis barat kontemporer yang mengadopsi keilmuan Yunani kuno. Dikalangan muslim berkembang sebuah pemikiran bahwa sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu. Dan telah dimanifestasikan dalam Al-Qur’an san Sunnah. Kalaupun ada perbedaan dikalangan masyarakat Muslim umumnya ada merumuskan fungsi wahyu, apakah wahyu menjadi alat informasi atau pembenar, atau sebagai alat terhadap lahirnya ilmu pengetahuan.[6]















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hakikat ilmu bersifat koherensi sistematik artinya ilmu terbuka kepada siapa saja yang mencarinya. Ilmu berada dengan pengetahuan dan ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan berdasarkan suatu putusan tersendiri. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Berbeda dengan pengetahuan yang didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang yang konkrit. Disamping itu melihat adanya karakteristik lain yakni adanya kesamaam dan pengulangan serta menggunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala fisik yang bersifat individual.
SARAN
Demikianlah penjabaran dari makalah singkat ini, dan dalam hal ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, untuk ini pemakalah mengharapkan saran beserta ide yang dapat membangun perbaikan dalam meningkatkan kualitas penulisan makalah, harapkan kedepan dapat lebih baik dengan bantuan dari dosen yang mengisi mata kulian filsafat ilmu.






DAFTAR PUSTAKA
Daudy Ahmad, Dr. Filsafat Islam 1992 bulan Bintang
Prof. Arifin, H.M. Filsafat Pendidikan Islam 1993 Bumi Aksara
Sumarna Cecep, Dr. Filsafat Ilmu 2004 Pustaka Bani Quraisy
Suriasumantri s Jujun Filsafat Ilmu 1984 Sinar Harapan
Salam Burhanuddin, Drs. Logika Materiil, Filsafat Ilmu Pengetahuan 1997 Rineke Cipta
Sumarna Cecep, M. Ag. Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai 2004 Pustaka Bani Quraisy.


[1]  Will Durant , The Story of philosophy (New York: Simon & Schuster,1993) hal.1-4
[2] Harold A. Larrabee, Relliable knowledge (Boston Houghton Miflin,1964).
[3] Albert Einstein “Physic and reality”, Journal of Franklin Institute, 222 (1936) hlm 348-389
[4] Daudy Ahmad, Dr .Fillsafat Islam 1992 bulan bintang

[5]  Dikutip dalam Stanley  M.Honer Dan Thomas C. Hunt,Invitation to Philosophy . Hal 72
[6]  Sumarna Cecep, Dr. Filsafat Ilmu 2004 Pustaka Bani Quraisy
6   Suriasumantri s Jujun Filsafat Ilmu 1984 Sinar Harapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar